Saturday, December 3, 2011

TREE WITH DEEP ROOTS EP 3

Panah melesat turun di sekitarnya, tapi Lee Do bahkan tidak mundur sedikitpun. Dia tetap melakukan langkah perlahannya menuju ke Taejong, dan entah apakah keyakinannya itu datang dari pengetahuan yang dalam bahwa ayahnya sebenarnya tidak ingin membunuhnya atau hanya tujuan yang baru ia dapatkan yang menyokongnya yang membuatnya lebih teguh sekarang.
Ketika ia semakin mendekat mantan Raja Taejong, Lee Do berbicara seperti tidak ada yang terjadi, bahkan bertanya bagaimana keadaan ayahnya di pagi hari ini. Reaksi ayahnya tidaklah sama, menjawab seperti seakan-akan bertanya ‘bagaimana pikirmu yang aku rasakan?”. Tapi Lee Do membuat semua orang tertegun dengan menjatuhkan dirinya untuk melakukan penyembahan penghormatan resmi di hadapan ayahnya dan meminta untuk diampuni.  Duh …. koq … ???

Taejong tak berubah sedikitpun wajahnya, dan awalnya terlihat tak tergerak ketika Lee Do mulai melanjutkan secara terperinci, mengatakan kalau ia tidak berpikir dengan benar semalam dan untuk membersihkan kesalahannya hanya dengan kematian. Ayahnya dapat mengambil nyawanya sewaktu-waktu yang ia suka, hanya pilih saja waktunya dan tanggal … tapi … itu juga suatu dosa untuk mati di hadapan orangtua, jadi Lee Do memohon agar dibiarkan hidup. Oh .. oh … akhirnya kita tahu apa maksud dari semua ini, bahwa ia sebenarnya, seperti yang ia katakan sebelumnya pada Muh Hyul, akan mundur selangkah untuk menemukan cara terbaik untuk menyerang …
Taejong menanyakan kesungguhan hati anaknya, dan Lee Do meyakinkannya bahwa ia tak akan pernah menentang kehendak ayahnya lagi. Dalam kenyataannya, ia berjanji untuk menangani politik dengan bimbingan ayahnya dan ingin mempelajari cara-caranya. Mengujinya, Taejong bertanya mengenai apa rencana Lee Do untuk lakukan mengenai Komando Pasukan? Jawaban Lee Do sangat sederhana: bagaimana ia bisa berani bermimpi untuk menyamai ayahnya dalam menguasai komando pasukan? Tentu saja ayahnya tahu yang terbaik.
Dan hanya ketika Taejong menghampiri anaknya dan menyebutnya tidak tulus hati maka kita baru melihat perubahan yang luar biasa di ekpresi wajah Lee Do. Di sinilah Raja yang kita lihat bertumbuh semakin kuat sejak episode pertama, tidaklah gemetar ketakutan menghadapi bayangan ayahnya …
Perbincangan ayah dan anak ini adalah sebuah pertempuran tersembunyi, dengan masing-masing perkataan mereka sebenarnya adalah serangan terhadap lawan dan tak dapat disangkal akan membawa pengaruh ke depannya. Taejong mengangkat masalah kotak makan siang dan menyatakan kalau Lee Do pasti tahu maksudnya dan Lee Do dengan mudah menyangkalnya dengan menjawab kalau ia tak pernah menerima kotak semacam itu, hanya jawaban untuk Joseonnya. Dan suasana semakin tegang ketika Lee Do mencondongkan tubuhnya untuk memberitahu ayahnya bahwa semua ini akan berjalan sangat baik bagi mereka berdua, lagipula, dirinya akan hidup lebih lama daripada ayahnya. Taejong tak punya pilihan lain lagi.
Jawaban ini kelihatannya meredakan kemarahan Taejong (atau benarkah demikian?), dan sikap resmi kembali saat Taejong beranjak menjauh untuk kembali ke tempatnya. Taejong bertanya pada Lee Do apa yang akan ia lakukan sekarang kalau semuanya akan dilakukan berdasarkan kemauan ayahnya, dan dengan senyum di wajahnya, Lee Do tanpa rasa bersalah menjawab akalu ia hanya ingin membangun sebuah tempat belajar dan menghabiskan waktu yang berkualitas dengan orang-orang terpelajar. Dan pemikiran jenius Lee Do muncul ke permukaan ketika ia dengan sikap patuh meminta ayahnya untuk memberi nama tempat itu, dan Taejong memberinya “Jip Hyn”. Ini akan menjadi Jip Hyun Jun “Aula Terhormat”
Ayah dan anak kemudian membicarakan apakah Jip Hyun Jun nantinya akan membuat perbedaan pada Joseon. Lee Do ingin untuk menciptakan sebuah Joseon yang dapat diatur dengan kata-kata bukan dengan pedang, dengan sebuah dewan Istana yang dapat mendengarkan keluhan rakyat. Ini sungguh-sungguh asing bagi Taejong, yang percaya kalau semua dewan Istana dibuat untuk mengangkat Raja boneka … hah … karena ini datang dari pemikiran seseorang yang ingin membuat anaknya sebagai raja boneka di tangannya … maka tak usah heran deh … :P
Lee Do terhenti kata-katanya oleh dua kata “Mil Bun” (Akar Rahasia). Ia memberitahu ayahnya kalau itu hanyalah sebuah gosip, tapi Taejong tetap teguh dalam keyakinannya bahwa Jung Do-jun telah membuat kelompok rahasia dengan sebutan seperti itu.
Jung Do-jun dulunya adalah salah satu anggota politik Joseon yang sangat besar pengaruhnya dan benturannya dengan Taejong dikarenakan ideologi politik mereka yang berbeda, hasilnya Jung Do-jun dibunuh oleh Taejong. Lee Do tidak tahu siapa sekarang yang tersisa dan hidup untuk melanjutkan kelompok ini, dan Taejong mengingatkannya bahwa Jung Ki-joon, keponakan dari Jung Do-jun, masih hidup.
Lee Do berpura-pura tak tahu siapa itu Jung Ki-joon, tapi sesuatu di wajahnya menunjukkan kalau sebenarnya ia tahu …
Kembali ke Ban Chon, Nyonya pemimpin menatap pada kain pengikat buku jurnal Jung Do-jun yang telah ia bakar kemudian ia selamatkan dari api. Saat ia memandangnya, terdengar suara hatinya bahwa akhirnya ia menemukan Buku Mil Bun. Seorang budak memberi laporan kalau Ddol Bok bertingkah seperti orang sinting. Nyonya itu mengusulkan untuk membuatnya kelaparan selama 3 hari untuk melihat apakah itu nantinya akan membuatnya lebih tenang.
Lee Do berjalan dengan rombongannya dan mengingat kembali ke seorang Jung Ki-joon muda yang berkuda dan mengatakan kalau Lee Do tak dapat melakukan apapun.
Kilas balik dari ingatan Lee Do
9 tahun lalu
Sebuah Gwaego (Ujian Negara) diadakan untuk memilih orang-orang berbakat di antara anak-anak bangsawan untuk dijadikan pejabat. Taejong dan ketiga putranya memimpin ujian ini. Lee Do remaja
menjadi sangat penasaran atas seorang anak lelaki yang aneh yang melewatinya dengan pandangan merendahkan. Lee Do melihat kembali kertas yang telah dikumpulkan oleh anak itu, menemukan bahwa anak itu telah menulis berbagai komentar yang berkobar-kobar mengenai keadaan Joseon, yakni bahwa Raja adalah seorang boneka sementara para orang-orang kaya lah yang memegang kekuasaan, dan Jung Do-jun lah yang telah membangun negeri ini. Penulis itu tidak lain tidak bukan adalah Jung Ki-joon.
Dalam sebuah dinasti dengan monarki yang meminta kesetiaan mutlak dari semua rakyatnya, komentar tertulis Jung Ki-joon bukanlah sebuah candaan. Lee Do mengikutinya sampai ke Kuil Konfusius sebelum ayahnya memegang kertas itu, sangat murka atas isisnya. Taejong memerintahkan agar Jung Ki-jjon dibawa ke hadapannya segera.
Kedua anak itu saling berdebat dengan sama kuat tapi ideologi mereka sangatlah berbeda. Jung Ki-joon sangat mendendam pada Raja yang telah membunuh pamannya, tapi memberi Lee Do waktu sehari lagi karena ia terbukti berbeda dengan ayahnya. Ki-joon melontarkan serangan pada Raja Taejong, mengeluarkan uneg-unegnya betapa Taejong tidak mempedulikan rakyatnya, ia membunuh mereka, seperti saudara lelaki dan juga rekan-rekannya. Tapi bukan itu yang sangat membuat Ki-joon marah, itu karena pamannya, Jung Do-jun, yang telah membangun sistem dewan Istana untuk membatasi kekuasaan Raja yang akan diselenggarakan oleh Raja 2 kali setahun.
Dalam kenyataannya, bukan karena Taejong membunuh pamannya, Jung Do-jun, dan menghancurkan semua yang dibangun oleh pamannya sehingga Ki-joon datang untuk mengikuti ujian. Itu lebih dikarenakan Taejong sudah membunuh paman Ki-joon dan masih mengikuti aturan yang telah diimplementasikan oleh Do-jun, membuat semua yang telah diusahakan oleh Jung Do-jun, seperti dewan Istana dan Penasihat Raja, seperti sebuah pertunjukan boneka untuk menocba meyakinkan para pelajar dan pejabat negeri ini bahwa Joseon berdasarkan dari aturan-aturan itu. Itu karena Taejong telah mencuri Joseon milik pamannya, Ki-joon menyebut Taejong sebagai seorang pencuri dan pembunuh, tapi itu hinaan terakhir yang bisa diterima oleh Lee Do, dan Lee Do akhirnya meninju Ki-joon tepat pada mulutnya.
Meskipun debat mereka berakhir dengan pukul memukul. rasa penasaran Lee Do masih mengusik hatinya dan ia menguntit Ki-joon, yang tahu kalau Lee Do mengikutinya tapi membiarkannya. Kelihatannya mereka berdua saling menaruh respek satu sama lain setelah debat dan perkelahian tadi, dan Lee Do segera meraih Ki-joon untuk bersembunyi di semak-semak ketika ia mellihat pasukan kerajaan berderap untuk mengepung tempat berkumpulnya para pelajar untuk mencari Ki-joon. Peristiwa ini seperti menjadi pembuka mata Lee Do, yang pertama tidak ingin percaya kalau ayahnya bisa-bisanya memerintahkan pasukan dengan tanpa belas kasihan untuk memukuli dan membunuh rakyat hanya karena kritik dari seorang anak kecil. Ketika seorang pria terbunuh, Ki-joon bertanya pada Lee Do, apakah ia akan menahan Ki Joon seperti ini jika ia pikir ayahnya itu seorang pengampun?
Akhirnya Ki-joon menampakkan dirinya untuk mencegah pertumpahan darah lebih lanjut dan kemudian dipukuli. Pemimpin pasukan, Jo Mal Saeng, mengangkat pedangnya untuk membunuh Ki-joon. Lee Do menatap tak berdaya, tapi usaha Mal Saeng gagal ketika Ki-joon ditarik ke atas kuda oleh ayahnya, Jung Do-gwang. Inilah kilas balik yang selalu diingat oleh Lee Do selalu dan selalu.
Kilas balik dari ingatan Taejong
Dalam perburuan mengejar saudara Jung Do-jun dan anaknya, Jung Do-gwang dan Jung Ki-joon, King Taejong dan bawahan setianya Jo Mal-saeng menemukan sebuah pintu rahasia yang menuju ke sebuah gua rahasia. Terukir di dinding gua itu sebuah pesan dari Jung Do-jun.
Pada pokoknya, terbaca bahwa Raja adalah bunga dan dunia ini adalah akar-akarnya. Jika bunga menjadi layu, pohon tidaklah mati. Jika akar-akarnya mati maka pohon akan mati. Bunga layu dapat dipotong, Raja seperti bunga itu, hanya sebuah dekorasi pemanis dari pohon yang bernama “Joseon”. Akar-akar itu adalah para pelajar. Dia, Jung Do-jun, telah membuat akar utama dari semua akar-akar itu, Mil Bun (Akar Rahasia)
Pesan itu menggemakan sebuah firasat, dan  di tengah-tengah sebuah gua yang gelap dan lembab, Taejong secara misterius mendengar suara burung hantu.
Kembali ke masa kini …
Lee Do diberitahu tentang tindakan Jo Mal-Saeng, yang tidak dapat melapork kembali kepada Mantan Raja Taejong beberapa saat yang  lalu karena dia mendapatkan jejak baru dari Jung Ki-joon dan ayahnya. Lee Do tahu kalau  Jo
Mal-Saeng mendapatkan perintah rahasia dari ayahnya, dan ingin tahu
di mana ia sekarang. Mu-hyul mengatakan kepadanya bahwa melindungi Jung
Ki-joon berarti bertarung dengan ayahnya. Tapi di  Joseon milik Lee Do, Jung Ki-joon harus ada. Jika ia harus bertarung dengan ayahnya biarlah demikian.

Dua pria di atas kuda, yang satu ayah Jung Ki-joon, Jung Do-Gwang,
sedang melarikan diri  dari kejaran pasukan kerajaan yang telah digunakan oleh Mal-saeng tanpa perintah raja. Mereka berdua berhasil menyelinap keluar dengan turun dari kuda mereka – dan Mal-Saeng tahu satu-satunya tempat mereka bisa pergi untuk menyembunyikan diri adalah Ban Chon.

Seorang pejabat mengatakan pada Taejong jika tentara masuk ke desa Ban
Chon, para murid dan sarjana tidak akan berdiam diri saja, terutama
karena yang mereka kejar adalah saudara Jung Do-Jun, dan kita semua tahu bagaimana perasaan para sarjana tentang kematian Jung Do-jun …

Taejong mengatakan bahwa ia tahu semua itu, itu sebabnya dia berusaha untuk membunuh Jung Do-gwang dan Jung Ki-joon diam-diam. Wajah pejabat itu menjadi pucat …
Tangan Ddol-bok diikat dengan tambang di sebuah gudang. Kelihatannya rencana si Nyonya pemimpin tidak berhasil untuk membuatnya kelaparan dan membuatnya lebih tenang.
Ddol Bok memiliki ide cemerlang. Jika ia bisa, entah bagaimana, menjatuhkan obor yang ada di atas dinding dan jatuh ke atas tumpukan jerami yang mana ada di dalam sebuah gudang terbuat dari kayu …
Sementara itu si Nyonya pemimpin pergi ke Kuil Konfusius di tengah malam. Ini adalah pertemuan rahasia, karena 2 orang tadi yang sebelumnya melarikan diri telah berlindung di dalam kuil untuk menghindar dari pengejaran pasukan kerajaan.
Mereka ada di tempat teraman di Joseon, atau begitulah yang mereka percayai, tanpa mengetahui kalau Jo Mal-saeng telah memerintahkan pasukan kerajaan mengepung Ban Chon saat mereka sedang bercakap-cakap. Jung Do-gwang memberikan penghormatan bagi kakaknya, Jung Do-jun yang telah mati. Do-gwang mengatakan kalau ia akan membalaskan dendam atas kematian kakaknya, dan Nyonya memberitahunya bahwa hari itu tidaklah terlalu jauh lagi. Do-gwang tak mempercayai perkataannya, tapi si Nyonya menyerahkan pengikat buku yang ia selamatkan dari api, dari buku jurnal milik Jung Do-jun.
Ternyata di dalam kain pengikat buku itu terdapat bagian rahasia, dan di dalamnya disembunyikan pesan terakhir dari Jung Do-jun, yang disebut oleh mereka sebagai Gulungan Mil Bun. Do-gwang diliputi oleh gelombang emosi ketika ia mengakui bahwa mereka tak akan bisa membangun kembali Mil Bun tanpa gulungan ini, tapi sekarang mereka bisa. Nyonya pemimpin memberitahunya bahwa ia sekarang dapat menjadi pemimpin kedua dari kelompok Mil Bun dan semua sarjana akan mengikutinya.
Jo Mal-saeng telah menunggu beberapa saat dengan pasukan kerajaan di luar Ban Chon untuk perintah rahasia Taejong. Taejong telah mengeluarkan perintahnya, bersamaan dengan Jo Mal-saeng menemukan di mana kedua orang yang mereka kejar sedang bersembunyi. Mal-saeng kemudian memanggil beberapa orang dan memberitahu mereka kalau mereka akan menyerbuh Kuil Konfusius, dan ini adalah misi rahasia.
Karena adanya peraturan kerajaan yang melarang pasukan memasuki Ban Chon tanpa adanya perintah Raja, maka Jo Mal-sang berencana untuk menyamarkan diri dengan melepaskan identitas sebagai pasukan Raja dan berpakaian hitam. Jika ada yang gagal dan tertangkap, maka mereka akan mati dianggap sebagai seorang pengkhianat. Pasukan kerajaan tidak dapat membantu mereka.
Lee Do terhenyak ketika mendengar laporan rahasia kalau ayahnya akan memerintahkan pasukannya untuk memasuki Ban Chon, itu sungguh tak terpikirkan. Memang tTak ada cara untuk membuktikan kalau ayahnya memerintahkan itu, tapi ini sangat jelas bagi sang Raja yang berpikiran tajam. Lee Do memberitahu Muh-hyul kalau ia harus membawa Jung Do-gwang dan Jung Ki-joon kembali ke hadapan Lee Do dengan hidup-hidup.
Muh-hyul, yang sebelumnya telah diberitahu oleh Lee Do bahwa ini adalah waktunya bagi Muh-hyul untuk “berdiri teguh”, tak ragu sedikitpun dan segera melaksanakan perintah Raja.
Dengan berdiri di atas kepalanya dan menggunakan kakinya untuk menjatuhkan obor di dinding, Ddol-bok berhasil membebaskan dirinya sendiri dan memulai sebuah kebakaran besar di Ban Chon. Dia bahkan memberikan pukulan di kepala pada seorang pria yang membuka pintu gudang bermaksud untuk menolong Ddol-bok agar tidak terbakar. Ddol-bok berhasil meloloskan diri.
Para penduduk desa terlihat tak begitu menaruh perhatian pada kebakaran itu, justru lebih memusatkan perhatian untuk menangkap Ddol-bok. Segera saja ia dikejar oleh semua pria di Ban Chon yang membawa obor dan menenteng senjata sementara Ddol-bok berlari menuju ke Kuil.
Beberapa orang prajurit, dipimpin oleh Mal-saeng, berhasil masuk ke Ban Chon dan mulai berkumpul di dekat kuil di mana Jung Do-gwang sedang berlindung untuk sementara.
Ketika para prajurit yang menyamar mau menyerbu kuil, mereka berhenti ketika pintu pembatas halaman terbuka dan terlihat si kecil Ddol-bok berlari menyelamatkan diri menuju ke kuil. Jo Mal-saeng tampak sangat terkeju, demikian juga dengan yang lainnya. Ddol-bok berlari terus dan bermaksud naik undak-undakkan kuil tapi segera berhenti dan segera saja terkejut melihat sekumpulan pria berpakaian hitam berdiri di sana. Ahahahah … entah ini takdir, keberuntungan, kebetulan, atau memang nasib buruknya, tapi waktunya sangat tepat sekali, karena Ddol-bok telah membawa semua penduduk desa di belakangnya sehingga menyelamatkan dirinya sendiri dibunuh oleh orang-orang Jo Mal-saeng dan juga sekaligus menggagalkan rencana Mal-saeng.
Kedatangan seluruh penduduk desa Ban Chon membuat rencana Jo Mal-saeng berantakan. Ddol-bok tanpa disadarinya telah memberikan waktu yang cukup bagi Do-gwang untuk melarikan diri melalui pintu rahasia di kuil, sementara para prajurit yang menyamar terpaksa tetap berada di luar bertarung melawan para penduduk desa. Bahkan dalam semua kekacauan ini, ketika Ddol-bok berusaha untuk melarikan diri lagi, beberapa penduduk desa meninggalkan yang lainnya untuk mengejarnya.
Ddol-bok hanya ingin bertahan hidup di pikirannya, dan ketika Jung Do-gwang dan seorang bawahannya keluar di hutan melalui lorong rahasia Kuil untuk naik ke kuda dan melarikan diri … Ddol-bok sampai di sana, melompat ke atas kuda yang akan ditunggangi oleh Jung Do-gwang, membuat pria malang itu jatuh, dan mencuri kuda itu sehingga ia bisa melarikan diri dari para pengejarnya.
Dan setelah beberapa saat ketika kuda itu berlari dengan cepatnya melalui hutan baru Ddol-bok menyadari kalau kantung yang dibuat oleh Dam baginya menghilang. Ketika Ddol-bok mencuri kuda itu, pria bawahan Do-gwang mencoba meraih tubuhnya tapi hanya berhasil membuat kantung Ddol-bok terjatuh. Sementara itu ketika Jung Do-gwang dan bawahannya berudaha melarikan diri dengan berjalan kaki, mereka beru menyadari kalau Gulungan Mil Bun ada di kuda yang dicuri oleh Ddol-bok. Karena itu menemukan Gulungan Mil Bun lah yang menjadi prioritas utama mereka sekarang bukannya melarikan diri.
Kejar-mengejar terjadi dengan sengitnya, dengan Ddol-bok ada di garis depan, misinya: menemukan surat wasiat ayahnya yang ada di kantung Dam. Jung Do-gwang ada di belakangnya, misinya: menemukan Gulungan Mil Bun. Jo Mal-saeng dan anakbuanya mengejar dengan misi: bunuh Jung Do-gwang tak peduli apapun juga. Mu-hyul juga bergabung dalam pengejaran itu, misinya: selamatkan Jung Do-gwang.

No comments:

Post a Comment